THE MIRACLE OF GIVING (Kisah Kakak Beradik yang Saling Memberi)
To members of "KATA-KATA HIKMAH #4"
Ogy Febri Adlha December 29, 2010 at 4:56pm Reply • Report
Sahabat Hikmah yang tercinta…
Izinkan saya ikut belajar menulis dan berlatih berbagi….
Sahabat,
kadang kita takjub dengan balasan yang diberikan oleh seseorang kepada
kita untuk sebuah perbuatan yang menurut kita pada saat melakukannya
adalah “biasa-biasa saja”. Namun balasan (yang sebenarnya kita tidak
mengharapkannya) yang diberikan dahsyatnya luar biasa…apalagi ketika
melakukannya dengan penuh keikhlasan, penuh cinta dan kasih…
Berikut
ada sebuah cerita yang diambil dan ditulis ulang dari sebuah ebook
kumpulan motivasi…semoga bermanfaat dan dapat menambah kecintaan kita
pada saudara-saudara kita…menambah semangat untuk terus memberi dan
terus berbagi…dan semoga bisa melembutkan hati…
Adapun ceritanya begini :
Aku
dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi
hari , orangtuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka
menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun
lebih muda
dariku. Yang mencintaiku lebih dari aku mencintainya.
Suatu
ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di
sekelilingku kelihatan membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci
ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut
di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya.
“Siapa
yang mencuri uang ayah?!!!” Beliau bertanya. Aku terpaku terlalu takut
untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapapun mengaku. Beliau
mengatakan lagi “ Baiklah kalau begitu kalian berdua layak dipukul!”
Dia
mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adiku
mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat
panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu
marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai beliau kehabisan
nafas. Sesudah itu beliau duduk di ranjang dan memarahi kami. ”Kamu
sudah belajar mencuri dari rumah, hal memalukan apalagi yang akan kamu
lakukan di masa mendatang ? kamu layak dipukul, kamu pencuri tidak tahu
malu.”
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku, tubuhnya
luka, tetapi ia tidak menitikan airmata setetespun. Di pertengahan malam
itu, saya tiba-tiba menangis meraung-raung.. Adikku menutup mulutku
dengan tangan kecilnya dan berkata, ”Kak, jangan menangis lagi sekarang,
semuanya sudah terjadi.”
Aku masih terus membenci diriku
karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.
Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan baru
seperti kemarin. Aku tidak pernah lupa tampang adikku ketika
melindungiku. Waktu itu, adiku berusia 8 tahun. Aku berusia 11 tahun.
Ketika
adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk SMA
di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk
sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,
menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengar dia
berkata lirih, ” Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik,
hasil yang begitu baik”. Ibu mengusap airmatanya yang mengalir dan
menghela nafas, ” Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai
keduanya sekaligus?”
Saat itu juga adikku berjalan ke
hadapan ayah dan berkata, ”Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah
lagi, aku telah cukup membaca banyak buku”
Ayah marah
besar dan berkata : ” Mengapa kamu mempunyai jiwa yang begitu lemah!!!
Bahkan kalau aku harus mengemis di jalanan akan aku lakukan, kamu berdua
harus sekolah sampai selesai.”
Siapa sangka keesokan
harinya, sebelum subuh datang adikku meninggalkan rumah dengan beberapa
helai pakaian lusuh dan sedikit makanan. Dia menyelinap di samping
ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: ”Kak, masuk
ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan
mengirimmu uang.”
Aku memegang kertas tersebut di atas
tempat tidurku dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku
hilang. Tahun itu adiku berusia 17 tahun dan aku 20 tahun. Dengan uang
yang ayahku pinjam dan uang dari adiku hasilkan dari mengangkut semen
pada lokasi konstruksi, akhirnya aku sampai akhir tahun ketiga kuliah.
Suatu
hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk
memberitahukan, ” Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”
Mengapa
ada seorang penduduk dusun mencariku? aku berjalan keluar, dan melihat
adikku dari jauh, seluruh badannya kotor. Aku menanyakannya,”Mengapa
kamu tidak bilang pada temanku kamu adalah adikku?”
Dia
tersenyum dan menjawab, ”Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan
mereka pikir jika mereka tahu aku adalah adikmu? Apa mereka tidak akan
mentertawakanmu?”
Aku merasa terenyuh dan airmata
memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari badan adikku dan sambil
tersekat aku berkata ”Aku tidak peduli omongan siapapun! Kamu adalah
adikku apapun juga Kamu adalah adikku bagaimanapun penampilanmu...”
Dari
sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia
memakaikannya kepadaku dan terus menjelaskan, ”Saya melihat semua gadis
kota memakainya. Jadi saya pikir kakak harus memilikinya...”
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Menariknya ke dalam pelukanku dan menangis....Tahun itu ia berusia 20 dan aku 23.
Pertama
kali aku membawa teman-teman kuliahku ke rumahku, kaca jendela yang
pecah telah diganti dan semuanya kelihatan bersih.Setelah teman-temanku
pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. ”Bu, ibu tidak
perlu menghabiskan banyak waktu untuk membersihkan rumah kita".
Tetapi
katanya sambil tersenyum ”Itu adalah pekerjaan adikmu, dia pulang lebih
awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkkah kamu melihat luka
ditangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu."
Aku
masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus ,
seratus jarum terasa menusuk hatiku. Aku mengoleskan sedikit salep pada
lukanya dan membalut lukanya. ”Apakah sakit?"
”Tidak kok
Kak...Aku biasa kena batu-batu kak.” Ditengah kalimatnya aku membalikan
punggungku karena air mata mulai menggenang dimataku....Tahun itu adikku
23 tahun dan aku berusia 26 tahun.
Ketika aku menikah,
aku tinggal di kota. Aku berkali-kali mengundang orangtuaku datang dan
tinggal dirumahku, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka sudah merasa
dibesarkan di dusun dan tidak tahu harus berbuat apa kalau seandainya
keluar dari dusun. Adikku juga mengatakan ”Kak jagalah mertuamu saja,
saya yang akan menjaga ibu dan ayah disini..”
Suamiku menjadi
direktur pabrik. Kami menginginkan adiku kerja di pabrik, akan tetapi
adiku tak pernah mau, dia ingin tetap menjaga ayah ibu.
Suatu
hari adiku jatuh dari sebuah tangga untuk memperbaiki kabel, ketika dia
terkena sengatan listrik dan dia masuk ke rumah sakit. Aku dan suamiku
menjenguknya, dan melihat gips putih dikakinya. Aku berkata ”Mengapa
kamu menolak kerja menjadi manajer pabrik di tempat kakakmu. Coba kalau
kau terima, tentu kamu tidak akan mengalami seperti ini.”
Dengan
tanpang serius dia menjawab ”Kak, pikirkan nama baik kakak ipar kak. Ia
baru saja menjadi Direktur, sedangkan saya tidak berpendidikan, nanti
apa kata orang kalau saya menjadi manajer ? Kasihan kakak ipar."
Mata suamiku dipenuhi airmata, dan kemudian aku berkata ” Tapi kamu kurang berpendidikan itu juga karena aku, kakakmu."
"Mengapa kakak membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu ia berusia 26 tahun dan aku 29 tahun
Adikku
kemudian menikahi seorang gadis pada usia 30 tahun. Dalam acara itu
pembawa acara perayaan bertanya kepadanya, ”Siapa yang paling kamu
hormati dan kasihi?” Tanpa berpikir panjang adikku menjawab ”Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat lagi.
”
Ketika kami sekolah SD. Saya dan kakakku sekolah SD di tempat yang
cukup jauh dari tempat tinggal kami, di sebuah dusun yang berbeda.
Setiap hari aku dan kakakku berjalan selama kurang lebih dua jam untuk
pergi dan pulang ke sekolah. Suatu hari aku kehilangan satu sarung
tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai
sebuah sarung tangan di tangannya, padahal kami berjalan sangat jauh dan
cuaca sedang musim sangat dingin. Ketika kami tiba dirumah, tangan
kakakku begitu gemetaran, sehingga ketika makan dia tidak bisa memegang
sendoknya.......Sejak hari itu aku bersumpah, selama saya masih hidup
aku akan menjaga kakakku dan aku akan selalu baik kepadanya."
Tepuk
tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya
kepadaku. Kemudian kata-kata begitu susah keluar dari bibirku, ”Dalam
hidupku..orang yang paling berjasa padaku adalah adikku..orang yang
paling aku berterima kasih adalah adikku."
Dan dalam
kesempatan yang paling berbahagia itu..di depan kerumunan perayaan
itu..air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai....
Sahabat hikmah yang tercinta....
Teruslah mencintai dan mengasihi.......
Nabi shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ الْكَبِيرَ وَيَرْحَمْ الصَّغِيرَ
"Tidaklah termasuk golonganku orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan tidak menyayangi yang muda
(Shahih Shahihul Jami’ no. 5445, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas)
Teruslah berbagi, sekecil apapun bentuknya.......
Rasulullah
saw bersabda, " Khoirunnaasi anfa'uhum linnaas” "Sebaik-baik manusia
adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR Daruquthni).
menu
teks
Selamat datang kepada pengunjung. smoga bermanfaat...
tinggal kan komentar...
tinggal kan komentar...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar